- Dewan Pengurus Daerah Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia Provinsi D.I. Yogyakarta -
Google
 

KEBUTUHAN ASPAL BETON BINA MARGA MENCAPAI 15 JUTA TON

Kebutuhan aspal beton Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum untuk pembangunan jalan-jalan nasional di Indonesia tahun ini mencapai 15 juta ton. Demikian disampaikan Direktur Bina Teknik Ditjen Bina Marga Departemen PU Danis Sumadilaga usai acara Workshop Campuran Aspal Panas dengan pihak Asosiasi Aspal Beton Indonesia (AABI) di Gedung Departemen PU Jakarta, Selasa (26/2).


Dengan kebutuhan yang besar tersebut, pihaknya ingin mengetahui langsung dari AABI mengenai kualitas aspal dan ketersediaan pasokan (supply). ”Kita juga ingin tahu bagaimana mereka memproduksi kebutuhan aspal beton yang cukup besar tersebut. Sehingga workshop ini merupakan bagian dari upaya kita untuk meningkatkan kualitas atau mutu aspal” jelas Danis Sumadilaga.


Mutu aspal tentunya sangat terkait dengan kualitas jalan yang dibangun. Direktorat Bina Teknik Departemen PU sendiri telah memiliki standar spesifikasi campuran aspal yang digunakan untuk pembangunan jalan. Namun pada daerah tertentu karena faktor perbedaan karakteristik material maupun ketersediaan alat masih belum sama dengan standar spesifikasi aspal yang ada sehingga diperlukan spesifikasi berdasarkan regional.


Sementara itu Ditjen Bina Marga Hermanto Dardak dalam sambutanya mengatakan, tuntutan kualitas jalan untuk tidak mudah rusak oleh air menjadi tantangan kedepan. Secara teoritis, jalan dibuat dengan kemiringan 2-4 %, dan dilengkapi dengan drainase. Namun kenyataannya genangan air tetap dapat terjadi karena dipengaruhi oleh drainase lingkungan disekitarnya. “Musuh utama jalan adalah air, namun inilah tantangan kita. Oleh karena itu basic engginering yang kita miliki harus betul betul tertib kita laksanakan di semua level” terang Hermanto Dardak dihadapan para peserta yang berasal dari lingkungan Ditjen Bina Maraga dan Dinas Pekerjaan Umum. (gt) www.pu.go.id

...........selanjutnya

Penanganan Jalan Berlubang di Pantura

Departemen Pekerjaan umum segera melakukan penanganan darurat terhadap jalan berlubang di Pantai Utara Jawa akibat banjir. Saat ini terdapat sekitar 100 km jalan di Pantura dalam kondisi berlubang. Sebagai jalan nasional, kerusakan tersebut menyebabkan terjadinya kemacetan hingga 34 km di Pantura. Adapun penanganan yang dilakukan pemerintah yakni dengan memperbaiki jalan yang berlubang tersebut agar jalan dapat berfungsi kembali. Demikian dikatakan Dirjen Bina Marga Hermanto Dardak di TVRI, Senin (18/2).


“Upaya penanganan jalan berlubang yakni penanganan darurat dengan penutupan lubang. Yang penting ditangani secara fungsional terlebih dahulu agar masyarakat dapat menggunakan secepatnya” kata Hermanto Dardak.

Dalam penanganan darurat, Pemerintah pusat mengoptimalkan penanganannya agar kegiatan masyarakat tidak terhenti. Untuk itu terdapat dana darurat yang dialokasikan untuk penanganan yang bersifat darurat dengan pekerjaan perbaikan yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

Lebih lanjut Hermanto Dardak mengatakan, secara teknis, perbaikan dan penambalan jalan yang berlubang tidak dapat langsung dilakukan jika kondisi jalan masih tergenang air. Untuk melakukan perbaikan, jalur praktis ditutup dan dialihkan ke jalur alternatif seperti di Ngawi – Mantingan, Tuban dan Situbondo.

Dikatakannya, truk-truk yang melintas dengan beban berlebih dapat merusak jalan. Kondisi tersebut diperparah dengan genangan air. “Air dan banjir adalah musuh jalan” ujar Hermanto.
Di Cilincing sekitar 8000 peti kemas melintas, untuk itu permukaan jalan diganti dengan beton, memperlebar lajur dan meninggikan drainase. Pekerjaan tersebut ditargetkan selesai bulan Juni 2008. Oleh karena itu Departemen Pekerjaan Umum tetap mengajak Departemen Perhubungan dan Departemen Perindustian untuk dapat berkoordinasi guna menangani beban berlebih. (ind) www.pu.go.id

...........selanjutnya

PELEBARAN DAN PENINGGIAN TOL BANDARA BUTUH RP 800 MILIAR

Salah satu solusi untuk mengatasi genangan banjir jalan tol yang menghubungkan Jakarta ke Bandara Sorkarno-Hatta akan dilebarkan dengan dua lajur di sisi kanan dan kiri. Diperkirakan kebutuhan dana untuk melebarkan jalan tol ini mencapai Rp 800 miliar.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak di Jakarta Selasa (5/2). Departemen PU melalui PT Jasa Marga akan melebarkan dan meninggikan jalan tol sepanjang 7 Km dari Pluit sampai Kamal, mulai Maret 2008.

Pelebaran jalan ini nantinya ditinggikan antara 1,5 – 2 meter, dengan tiang-tiang penyangga agar air di sisi kiri dan kanan bisa mengalir serta tidak menggenangi jalan. Sekarang ini PT Jasa Marga sebagi pengelola sedang melakukan tender untuk menentukan siapa kontraktor yang akan mengerjakan pembangunan tersebut.

“Diharapkan pada akhir tahun 2008 ini pelebaran jalan tol Sedyatmo sudah bisa dirampungkan,” ujar Hermanto Dardak.

Menurut Hermanto Dardak dengan pelebaran dan peninggian jalan tol ini diharapkan bisa mengatasi arus lalu lintas dari dan ke Bandara tanpa harus terganggu dengan banjir.

“Bila pelebaran dan peninggian ini selesai, maka volume kendaraan 100.000 unit setiap hari bisa lancar walaupun musim hujan” ungkap Dirjen Bina Marga.

Sebenarnya untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta lanjut Hermanto, ada beberapa jalan alternatif yang bia dilewati. Jalan-jalan tersebut adalah melalui Jalan tol Jakarta – Tangerang dan belok di Cikokol –masuk ke pintu M1 (pintu belakang) Bandara.

Dari belokan kearah Cikokol juga bisa melalui Jl Pembangunan Halim Perdana Kusuma diatur menjadi satu arah dan masuk ke Bandara. Untuk memperlancar arus di Tangerang, Departemen PU telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 70 milyar untuk membangun flyover Sudirman, dan diharapkan Mei ini sudah selesai dikerjakan.

Selain itu pengguna jalan yang akan ke Bandara nantinya bisa melewati Jalan Lingkar Luar Jakarta (JORR) seksi II Kunciran – Serpong dan jalan tol Penjaringan – Kebon Jeruk (W1), Ulujami – Kebun Jeruk (W2) yang saat ini didorong untuk dipercepat penyelesaiannya. Diharapkan tahun depan ruas-ruas ini sudah dapat diselesaikan.

Sebagai gerbang masuk ke Indonesia Bandara Cengkareng dilayani jalan nasional yaitu jalan tol Sedyatmo. Demikian juga Pelabuhan Tanjung Priok. Pelayanan jalan Bandara sebenarnya sebagian dari sistem jalan di DKI Jakarta dan Jabodetabek. Sistem ini berbentuk lingkar dan regional. Untuk ke bandara dengan jalan lingkar dalam yaitu jalan dari Cawang ke Pluit lalu masuk ke Jalan Sedyatmo. Jalur lain dari Cawang bisa melalui Tanjung Priok- Pluit lalu ke Jalan Sedyatmo. (Sr) www.pu.go.id

...........selanjutnya

Jalan Tol Bandara Mengapa Banjir?

Tanggal 29 Desember 1999 harian Kompas memuat foto spektakuler di halaman depan: jalan Tol Bandara Utama Soekarno-Hatta tergenang air! Banyak orang yang tadinya tidak tahu jadi tersentak, begitukah yang terjadi? Beribu pertanyaan santer menggema. Aneh, tapi semua itu memang terjadi. Air meluap hingga titik tertinggi satu setengah meter menenggelamkan pembatas jalan pada pukul dua dini hari. Alur transportasi terhenti kecuali bus-bus besar milik DAMRI dan truk bantuan Brimob yang kemudian dipaksa melaju melawan genangan air.

Akibat dipaksakannya armada-armada tersebut melawan air yang notabene mengandung garam, dari 32 Bus DAMRI yang dioperasikan saat kejadian, tujuh bus akhirnya harus turun mesin dengan biaya perbaikan Rp 20 juta/unit. Begitu juga dialami lima truk Brimob, harus menjalani perbaikan. Truk Brimob selanjutnya digantikan oleh truk Marinir dari kesatuan Armabar.



Menjelang pagi suasana makin tak karuan. Mobil-mobil pribadi dan taksi berkerumun di pintu Tol Kamal (awal daerah genangan air yang akhirnya dibuka bebas) berdesakan dengan orang-orang yang hendak bepergian lewat bandara. Ada yang berdasi, ada yang membawa koper-koper besar, juga ada bule.



Begitu bus dan truk bantuan tiba mereka berebut naik. Persis suasana penumpang di terminal Pulogadung menjelang lebaran. Apa boleh buat, yang mereka kejar adalah jam keberangkatan pesawat. "Why does it happen?" tanya James, pria gendut enam puluh tahun asal Inggris kepada Angkasa setiba di bandara.



Tergenangnya jalan Tol Prof Sedyatmo di ruas km 26 hingga 28 (dihitung dari pintu gerbang tol Cawang) selama empat hari (28-31/12/1999) jelas membuat kisruh. Bayangkan saja, bahwa pada hari pertama kejadian pihak Bandara Soekarno-Hatta mencatat tidak kurang dari 121 jadwal keberangkatan pesawat mengalami penundaan. Yakni 35 penerbangan terlambat lebih dari satu jam dan 86 penerbangan lainnya tertunda setengah jam. Maka jangan heran kalau kejadian ini akhirnya menjadi masalah besar yang mengundang complain serta polemik berbagai pihak. Lebih-lebih, logikanya saja Bandara Soekarno-Hatta adalah wajah depan bangsa Indonesia di mata internasional dan pintu gerbang bertumpunya 23 penerbangan asing.


Ekosistem rusak
Mengapa jalan Tol ke Bandara Soekarno-Hatta tergenang air? Gampang-gampang susah menjawabnya. Apakah konstruksi jalannya, apakah perencanaannya yang terburu-buru, ataukah ada faktor-faktor lain yang lebih dominan yang menyebabkan jalan sepanjang 17 km itu tergenang air. Tapi tak urung, ada juga orang-orang (kelompok) yang berani bicara lantang. Salah satunya adalah Lukman F.Mokoginta, Ketua Dewan Direktur Lembaga Studi Sosial Lingkungan dan Perkotaan (LS2LP).
Akhir tahun 1999 dalam keterangan pers-nya, Lukman mengatakan bahwa jalan Tol Prof Sedyatmo tidak akan bebas dari genangan air karena ekosistem di sekitarnya telah rusak. Ekosistem yang rusak, lanjut Lukman, karena pemerintah daerah tidak menjalankan kontrol yang ketat terhadap tumbuhnya perumahan mewah dan pemukiman penduduk di kawasan genangan air dan pantai. "Saya dulu memprotes proyek perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) yang jelas-jelas membabat habis hutan bakau dan menghilangkan daerah resapan air, namun protes saya diabaikan," ujarnya (Kompas 31/12/1999).


Menurut sumber Angkasa, PT Mandara Permai selaku pengembang PIK menguasai lahan seluas 1.163 Ha dan mengalihfungsikannya menjadi perumahan mewah serta lapangan golf. Lapangan golf inilah yang juga disinyalir para ahli lingkungan sebagai penyebab tidak tertahannnya air di dalam tanah. Sumber lain menyebutkan bahwa pada tahun 1983/1984, seiring dengan akan dibuatnya akses jalan tol ke bandara, secara diam-diam pemerintah pusat melalui Departemen Kehutanan telah melepas kawasan hutan bakau di wilayah pantai kapuk kepada pengembang. Padahal jelas-jelas daerah itu sebelumnya telah ditetapkan sebagai daerah suaka alam. Sebagai gantinya pengembang menyediakan hutan di Sukabumi. Benarkah tudingan itu? Sayang, setiap kali Angkasa berusaha menggali jawaban dari PT Mandara Permai, staf pihak pengembang selalu menyatakan, yang berwenang tidak ada di tempat.


Ada satu lagi hal "lucu" yang akhirnya terungkap pers, bahwa Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan PIK dikeluarkan Pemda kerjasama dengan pengembang 7 Agustus 1995 setelah pembangunan itu dilaksanakan. Padahal menurut ketentuan izin pembangunan baru dapat diberikan setelah AMDAL dikeluarkan.
Tahun 1992 ketika proyek PIK disiapkan dan akan segera dibangun, Meneg KLH Emil Salim (saat itu) juga mengajukan keberatan kepada pemerintah pusat dan Pemda setempat atas proyek pembangunan PIK. Emil mengatakan, bila proyek tetap dilaksanakan maka jalan Tol akan tergenang. Namun lagi-lagi imbauannya tidak digubris. Benar juga, bahwa akhirnya awal tahun 1995 bencana itu terjadi untuk pertama kalinya. Disusul kejadian kedua tahun 1997 dan ketiga akhir tahun 1999.


Konstruksi jalan?
Bagaimana dengan kontruksi jalan tol-nya sendiri? Menurut sumber pembangunan proyek jalan tol diatas rawa-rawa itu juga bisa dibilang "crash program". Kronologisnya, bahwa menjelang tahun 1985 tiba-tiba keluar instruksi bahwa Bandara Soekarno-Hatta harus segera difungsikan mengingat sarana dan fasilitasnya sudah siap. Permasalahannya hanya tinggal terletak pada jalan yang menghubungkan kawasan Jakarta dengan Cengkareng tersebut. Sementara jalan yang ada pada waktu itu kondisinya sangat tidak representatif. Selain memutar, kecil, juga diperkirakan akan menimbulkan kemacetan yang luar biasa. Maka dipikirkanlah konstruksi jalan yang bisa dibangun dengan cepat diatas rawa-rawa yang merupakan akses area tercepat untuk menjangkau bandara. Terpilihlah konstruksi cakar ayam (seolah mengambang di atas rawa-rawa) karya Prof Sedyatmo. " Sebenarnya kita tidak perlu konstruksi itu, kalau memang sudah ada rencana yang bagus," ujar sumber tersebut.



Dalam waktu dua tahun, jalan berhasil dibangun dan mulai digunakan tahun 1985 seiring dibukanya Bandara. Menurut hitungan teori, dengan konstruksi cakar ayam setelah sepuluh tahun digunakan jalan akan turun 80 cm dan kemudian berhenti. Namun teori tinggal teori, karena "kabarnya" data di lapangan menerangkan bahwa jalan Tol Prof Sedyatmo, khususnya di km 26-28 yang tergenang air itu, kini telah terjadi penurunan lebih dari satu meter. Betul atau tidak, perlu dibuktikan juga.



Yang terang, bahwa awal terjadinya banjir di jalan tol yang beromzet 180 juta perhari ini adalah tahun 1995. Bukankah semua ini terjadi sepuluh tahun setelah jalan dioperasikan dan setelah dibangunnya proyek mercusuar perumahan mewah PIK?


Antisipasi ke depan
Dalam waktu dekat, yang perlu disiagakan tentu adalah mencegah agar jalan jangan sampai tergenang lagi. Mengingat musim hujan masih terus berlangsung dan cuaca pun kadang-kadang "mengejutkan". Bagaimana kesiapan PT Jasa Marga sebagai pengelola sekaligus penanggungjawab jalan Tol Prof Sedyatmo menghadapi masalah ini? Di lapangan Kepala cabang PT Jasa Marga untuk ruas Tol CTC (Cawang-Tomang-Cengkareng), Adityawarman memaparkan kepada Angkasa, bahwa pihaknya telah menyiapkan dua langkah strategis.



Yang pertama, dan tengah dirampungkan adalah pembuatan long storage sepanjang 1,5 km dengan lebar enam meter. Bekerjasama dengan Pemda DKI dan Departemen Pekerjaan Umum Diharapkan parit ini dapat menampung air luapan untuk selanjutnya dibuang ke sungai-sungai terdekat dengan pompa-pompa permanen yang jumlahnya telah ditambah. Sementara rencana jangka panjang, jalan tol akan ditinggikan lima meter menggunakan konstruksi tiang pancang slab dan dilebarkan menjadi delapan jalur (enam jalur mendekati Gapura Bandara). "Sebenarnya rencana jangka panjang ini sudah lama siap, namun ketika akan dilelang tahun 1997, tak diduga negara kita masuk kondisi krisis," ujar Adityawarman.



Akankah semuanya terealisasi dan jalan tol bandara bebas genangan? Baiknya kita tunggu saja bersama. (ron)www.angkasa-online.com

...........selanjutnya